MENUMBUHKEMBANGKAN LITERASI ANAK MELALUI PERPUSTAKAAN (PAUD) PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

baca_sama_sama

MENUMBUHKEMBANGKAN LITERASI ANAK MELALUI PERPUSTAKAAN (PAUD) PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

Susilawati S.Pd

(Pendidik PAUD & Pendongeng)

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2005, PAUD termasuk dalam jenis pendidikan Non Formal. Pendidikan Non Formal selain PAUD yaitu Tempat Penitipan Anak (TPA), Play Group dan PAUD Sejenis. PAUD sejenis artinya PAUD yang diselenggarakan bersama dengan program Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu untuk kesehatan ibu dan anak). Sedangkan pada Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), PAUD dimasukkan kedalam program Pendidikan Luar Sekolah (PLS). Secara umum tujuan Pendidikan Anak Usia Dini adalah mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Sedangkan berdasarkan tinjauan aspek didaktis psikologis tujuan pendidikan di Pendidikan Anak Usia Dini yang utama adalah:

1. Menumbuhkembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan agar mampu menolong diri sendiri (self help), yaitu mandiri dan bertanggung jawab terhadap diri sendiri seperti mampu merawat dan menjaga kondisi fisiknya, mampu mengendalikan emosinya dan mampu membangun hubungan dengan orang lain.

2. Meletakkan dasar-dasar tentang bagaimana seharusnya belajar (learning how to learn). Hal ini sesuai dengan perkembangan paradigma baru dunia pendidikan melalui empat pilar pendidikan yang dicanangkan oleh UNESCO, yaitu learning to know, learning to do, learning to be dan learning to live together yang dalam implementasinya di lembaga PAUD dilakukan melalui pendekatan learning by playing, belajar yang menyenangkan (joyful learning) serta menumbuh-kembangkan keterampilan hidup (life skills) sederhana sedini mungkin.

Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang masih harus dikembangkan. Ia memiliki karakteristik yang khas dan tidak sama dengan orang dewasa serta akan berkembang menjadi manusia dewasa seutuhnya. Dalam hal ini anak merupakan seorang manusia atau individu yang memiliki pola perkembangan dan kebutuhan tertentu yang berbeda dengan orang dewasa. Anak memiliki berbagai macam potensi yang harus dikembangkan. Meskipun pada umumnya anak memiliki pola perkembangan yang sama, tetapi ritme perkembangannya akan berbeda satu sama lainnya karena pada dasarnya anak bersifat individual.

Untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan anak adalah perjalanan yang sangat panjang dan cukup menguras energi kita sebagai orang tua dan pendidik. Pikiran dan waktu tercurah habis untuk membantu anak agar dapat tumbuh dan berkembang dengan kemampuan yang optimal. Tetapi ini harus kita sadari sebagai sebuah keuntungan awal yang besar, alasannya karena kita lebih baik bersusah payah di awal-awal kehidupan anak ini, lelah didepan dengan memulai dengan serius mendidik dan membimbing anak pada masa-masa emas usia dini, dari pada kita kelelahan ketika anak sudah besar nanti.

Banyak cara untuk lebih meningkatkan pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan sikap anak. Salah satu diantarannya melalui bacaan. Maka di setiap PAUD perlu disediakan buku – buku cerita bergambar, majalah anak – anak yang menarik sehingga dapat mendorong untuk anak usia dini itu bereksplorasi secara maksimal. Manfaat Perpustakaan di Pendidikan Anak Usia Dini :

• Untuk anak yang belum dapat membaca, bisa mendorong agar anak mempunyai kemauan dan berkeinginan untuk belajar membaca.

• Anak yang telah memiliki kemampuan dasar tentang membaca akan sangat berguna untuk dapat membaca secara sempurna.

• Secara umum sebagian kebutuhan anak PAUD akan dapat terlayani sesuai dengan tingkat perkembangannya.

• Adanya perpustakaan di PAUD akan memungkinkan pendidik dapat meningkatkan kemampuannya dalam kegiatan belajar-mengajar.

Tujuan adanya perpustakaan di PAUD tersebut dapat dicapai, apabila perpustakaan dibina terus menerus dan teratur. Beberapa macam koleksi perpustakaan sebaiknya terupdate secara teratur. Mengapa perpustakaan ini perlu ada di pendidikan prasekolah, padahal sebagian besar anak belum dapat membaca dan menulis? adakah manfaatnya? tentu saja ada, minat baca dan rasa ingin tahu anak sering dimulai dari bahan-bahan bacaan. Perpustakaan di PAUD tidak saja sebagai pintu masuk anak pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Yang jauh lebih penting ialah filosofi dibalik pengadaannya.kini sumber belajar anak bukan hanya pendidik, tetapi buku juga jadi sumber bagi mereka.

Bagi anak usia dini bacaan lebih di arahkan pada pengenalan dan pemahaman anak melalui tahapan-tahapan bermain dan belajarnya tentang aksara dan angka, hingga membentuk anak kreatif dan mandiri yang mampu berkarya sesuai dengan usia dan perkembangannya. Kerena itu kita sebagai pendidik wajib memberikan dorongan atau stimulus dengan cara-cara tertentu agar anak berhasil mempelajari bacaannya. Menurut Brian Cambourne (1998) anak akan berhasil dalam memahami bacaan apabila terdapat kondisi-kondisi belajar sebagai berikut:

1. Demonstrasi (Demonstration) Bagi anak kecil, mempelajari bacaan koleksi anak tidak cukup hanya dengan melihat tulisan-tulisan atau mendengarkan orang berbicara di sekelilingnya. Mereka perlu demonstrasi yaitu melihat bagaimana orang dewasa berperilaku dan berbahasa. Mereka juga perlu melihat benda-benda dan bagaimana orang dewasa menyebut benda-benda tersebut.

2. Keterlibatan (Engagement) Seorang anak akan belajar dari suatu demonstrasi apabila ia terlibat di dalamnya, anak akan terlibat dalam suatu kegiatan apabila ia merasa kegiatan tersebut berarti dan berguna bagi dirinya ketika ia berpikir bahwa ia akan mendapatkan pengalaman yang menyenangkan. Oleh karena itu, guru perlu mengupayakan agar anak-anak senantiasa terlibat dalam kegiatan-kegiatan di kelas yaitu dengan menarik minat anak dan membuat setiap kegiatan menyenangkan.

3. Ketenggelaman (Immersion) Yang dimaksud dengan immersion atau ketenggelaman adalah bahwa anak “tenggelam” dalam suatu keadaan. lingkungan dan kondisi yang dipenuhi oleh percakapan dan tulisan-tulisan. Percakapan dan tulisan-tulisan tersebut merupakan modle atau contoh bagi anak untuk berbicara, membaca dan menulis. Dengan kata lain, anak belajar secara alami bagaimana berbicara, membaca dan menulis dari lingkungannya. Implikasi dari teori tersebut adalah bahwa dalam ruang kelas guru perlu menyediakan berbagai tulisan yang terdapat dalam nyanyian, puisi, chart, poster, big book serta berbagai karya anak-anak yang ditempel di dinding atau digantung di dalam kelas. Perlu juga disediakan berbagai judul buku yang dijual di toko-toko buku serta alat –alat menulis seperti kertas, pensil warna, krayon, dan sebagainya.

4. Harapan (Expectation) Yang utama bagi anak adalah mereka menyadari bahwa orang tuanya atau gurunya berharap agar ia dapat mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis seperti mereka (orang dewasa). Harapan orang dewasa di sekelilingnya akan mendorong anak untuk terlibat dalam setiap kegiatan yang ada disekitarnya. Di sekolah, seorang pendidik hendaknya mempunyai harapan yang besar bahwa anak didiknya akan dapat belajar mendengar, berbicara, membaca dan menulis melalui kegiatan-kegiatan yang diciptakannnya di dalam kelas.

5. Kedekatan ucapan (Approximation) Yang dimaksud dengan kedekatan ucapan adalah ucapan anak yang mendekati kebenaran. Misalnya, seorang anak mengucapkan “tutu” untuk kata susu. Biasanya para orang tua tidak mengoreksi kata-kata anaknya tetapi meresponnya dengan benar, misalnya dengan mengatakan “Ini susunya” sambil memberikan segelas susu pada anaknya. Bukan pada tempatnya apabila guru mengoreksi ucapan anak. Yang perlu diperhatikan guru adalah memberikan kesempatan kepada anak untuk ‘mengambil risiko’ mengucapkan dan memonitor ucapannya sendiri serta merespon ucapan anak dengan tepat.

6. Tanggung Jawab (Responsibility) Anak hendaknya mempunyai tanggung jawab terhadap belajarnya sendiri karena dengan demikian motivasi intrisiknya akan muncul dan mendorong belajar. Tanggung jawab pendidik adalah menyediakan kegiatan-kegiatan yang dapat mengkondisikan anak untuk belajar. Namun anak bertanggung jawab untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan tersebut. Cara menimbulkan rasa tanggung jawab tersebut misalnya dengan memberi kesempatan pada mereka memilih kegiatan yang mereka inginkan dalam waktu ‘bebas memilih’.

7. Penggunaan (Use) Kondisi belajar terbaik bagi anak yang belajar membaca adalah ketika ia membaca dan bagi anak yang belajar menulis adalah ketika ia menulis. Kegiatan membaca dan menulis di dalam kelas dapat berupa kegiatan yang direncanakan oleh pendidik seperti membaca big-book, menulis daftar kegiatan yang akan dilakukan anak-anak hari itu, dan sebagainya, atau kegiatan yang dipilih sendiri oleh anak, seperti membaca buku pilihan mereka sendiri, menuliskan sesuatu pada gambar yang mereka buat dan sebagainya.

8. Tanggapan (Respon) Tanggapan adalah suatu yang diperlukan anak dalam kehidupan sosial di rumah maupun di sekolah. Ketika mereka bercerita, mereka ingin ada orang lain yang menanggapi, seperti teman, orang tua, guru atau siapa saja yang ada di dekatnya mereka. Atau pada saat mereka bertanya pada orang dewasa, mereka mengharapkan tanggapan. didalam kelas pendidik hendaknya menanggapi keinginan dan perbuatan anak secara alami. Misalnya, menjawab pertanyaan, mengomentari pekerjaan mereka ketika mereka menunjukannya, membantu mereka jika membutuhkan pertolongan, dan sebagainya.

Demikian bunda-ayah, tentang bagaimana pentingnya pendidikan usia dini dan peran perpustakaan dalam menumbuh kembangkan Literasi anak usia dini, semoga tulisan ini bermanfaat. terimakasih.

Rujukan. “Natural Learning & the Acquisition of Literacy in the Classroom: Brian Cambourne”.

repost BPAD Prov. Banten

diakses dari http://dpk.bantenprov.go.id/read/informasi-perpustakaan/409/MENUMBUHKEMBANGKAN-LITERASI-ANAK-MELALUI-PERPUSTAKAAN-PAUD-PENDIDIKAN-ANAK-USIA-DINI.html pada 26 Mei 2017

Continue reading “MENUMBUHKEMBANGKAN LITERASI ANAK MELALUI PERPUSTAKAAN (PAUD) PENDIDIKAN ANAK USIA DINI”

SEMINAR LITERASI MINAT BACA

” SEMINAR LITERASI MINAT BACA “

Serang – Seminar Literasi yang dilaksanakan pada hari Senin, 17 Maret 2017 di gedung PKPRI Serang. Kegiatan ini dibuka oleh Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Banten DR. H. Ajak Moelim, M.Pd, Kegiatan ini dihadiri oleh Narasumber antara lain Dece Aryadi dari Ketua Forum Taman Baca Banten/Dewan Perpustakaan Provinsi,  Nani Suryani dari Kepala Bidang Pengkajian dan Pemasyarakatan Minat Baca Perpustakaan Nasional, Toto St Radik dari Dewan Perpustakaan/penulis sekaligus Sastrawan, Firman Venayaksa dari Dosen Untirta dan ketua Forum TBM Nasional, Bambang Q Anees dari penulis sekaligus Dosen Filsafat di UIN Syarif Hidayatullah. Peserta yang hadir dari berbagai unsur perpustakaan kampus, perpustakaan sekolah, perpustakaan desa, Organisasi Mahasiswa, KOMUNITAS MOLI (motor litetasi) dan pegiat TBM (Termasuk TBM Kuli Maca Desa Warungbanten).

DSC_0219_web

Seminar ini diselenggarakan sebagai bagian dari upaya untuk meningkatakn pembudayaan kegemaran membaca di Provinsi Banten. Sejarah Masyarakat Banten sesungguhnya telah mengajarkan bahwa literasi merupakan bagian penting dari perkembangan masyarakatnya. Kemunculan tokoh-tokoh seperti Syekh Nawawi Al-Bantani, Husein Djayadiningrat, Syafrudin Prawiranegara atau tokoh-tokoh lainnya tidak bisa dilepaskan dari tradisi masyarakat yang melingkupinya. Namun pertanyaannnya warisan budaya tersebut belum terlihat pada masyarakat Banten hari ini?. seminar dimaksudkan untuk menggali kembali warisan sejarah tersebut sekaligus membuat ide-ide kreatif untuk melakukan upaya pembudayaan kegemaran membaca di masyarakat Banten, sehingga dikemudian hari Banten diharapkan mampu melahirkan kembali tohoh-tokoh kreatif penuh karya yang bermanfaat bagi masyarakat.

Dalam kegiatan tersebut, dibahas bahwaregulasi tentang perpustakaan sebagaimana telah diatur sesuai baik oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan maupun melalui penetapan Standar Nasional perpustakaan oleh Undang – Undang nomor 43/2007 tentang Perpustakaan. Diharapkan semua sekolah mematuhi aturan tersebut sehingga keberadaan perpustakaan dapat menunjang proses belajar siswa dengan baik untuk menunjang minat baca perpustakaan nasional terus berinovasi dengan membuat e-rosources yang memuat e-katalog dan e-book yang dibutuhkan sebagai referensi tulisan ilmiah oleh Perguruan Tinggi dimana semua refernsi tersebut telah memiliki hak cipta yang dilindungi oleh Undang – Undang.  Perpustakaan nasional telah menandatangani MoU dengan sejumlah Perguruan Tinggi terkait penyediaan e-resouces.

Dalam hal kekayaan budaya pemerintah melalui perpustakaan berkewajiban untuk menghimpun, menyimpan,  memelihara, dan mendayagunakan kekayaan budaya bangsa tersebut, baik yang tertulis, tercetak maupun yang terekam secara tidak terkecuali, dimana masyarakat memiliki hak akses terhadap koleksi tersebut sebagimana diatur dalam Undang-Undang 43/2007 tentang Perpustakaan

Dalam membangun perpustakaan hendaknya melengkapi sarana dan prasarana yang dilmilikinya dengan menyediakan kebutuhan bagi penyandang disabilitas karena pendayagunaan koleksi perpustakan tidak memandang usia, pekerjaan dan status sosial. termasuk masyarakat adat di Banten adalah aset berharga bagi Banten yang telah berkontribusi dalam memperkaya khazanah budaya lokal di Banten sekalgus menjadi mitra penting bagi peningkatan minat baca karena pranata sosial masyarakat adat memiliki nilai lebih dalam aspek kehidupan masyarakat.

Dalam rangka memperbanyak fungsional pustakawan pemerintah membuat aturan Impassing bagi calon Pustakawan ini merupakan amanat PermenPan 25/2016 . Namun demikian Peraturan Kepala Perpsuatakan ini nomor 2/2017 belum tersosialisasikan secara  keseluruhan sehingga BKD di  daerah/Perguruan Tinggi belum semua terkonfirmasi

APBN yang dimiliki oleh Perpusnas sangat terbatas. Sehinngga sarana prasarana perpustakaan wajib dialokasikan oleh daerah melalui APBD sebagaimana amanat Undanng-Undang 23/2014 tentang Pemda bahwa Perpustaakaan merupakan urusan wajib pemerintahan

Dari kegiatan seminar literasi minat baca yang diselenggarakan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Banten ada beberapa point yang dapat disimpulkan antara lain :

  1. Menurut sejumlah survey dari luar negeri menempatkan Indoensia sebagai negara yang minim minat baca padahal  fakta di lapangan menunjukkan masyarakat terutama di daerah terpencil sangat antuasias terhadap keberadaan perpustakaan keliling dan mobil pintar keliling.
  2. Penelitian dari Perpustakaan Nasional menyebutkan minimnya minat baca disebabkan  akses keperpustakaan yang masih terbatas dan kurangnya inovasi dalam pelayanan perpustakaan serta minimnya pelibatan mitra dalam pemasyarakatan minat baca. Perpustakaan nasional telah menyusun  kebijakan pendukung pemasyarakatn minat baca, antara  penyediaan sarana dan prasarana langsung ke komunitas atau melalui bantuan keuangan/dana dekosentrasi ke provinsi dan kabupaten/kota, bantuan buku – buku ke elemen masyarakat  serta pencanangan Gerakan Literasi Sekolah dan Gerakan Indoensia Membaca untuk mendorong secara masif peningkatan minat baca
  3. Peningkatan minat baca merupakan gerakan simultan dan harus sinergis karena gerakan ini bukan hanya tanggungjawab pemerintah tapi semua stakeholder. Gerakan literasi di Banten sesungguhnya telah dimulai jauh sebelum Banten berdiri jadi provinsi pada tahun 2001, salah satunya diinisiasi oleh para penggiat literasi di Rumah Dunia.  Partsipasi dan respon dari masyarakat kemudian terus meningkat dalam bentuk Taman Bacaan Masyarakat dan inovasi dalam mendekatkan akses perpustakaan ke masyarakat, misalnya Perpustakaan kelililing, mobil pintar, Mobil Literasi dan Motor Literasi
  4. Terbentuknya Kantor Perpustakaan Daerah tahun 2007 sebagai bentuk tanggung jawab Pemprov Banten untuk meningkatkan kualitas SDM Banten dan terus berupaya mengembangkan dirinya untuk menjadi bagian penting dalam pengembangan kualitas sumberdaya manusia di Banten. Masih dibutuhkan invoasi dan kreatifitas untuk menumbuhkan perpustakaan yang menarik bagi masyarakat sesuai dengan perkembangan masyarakat.
  5. Literasi di Banten sudah ada sejak abad 14 Masehi seiring dengan berdirinya Kesultanan Banten di mana para ulamanya menggunakan pola dakwah dengan tulisan dan mengarsipkannya  karena menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam urusan kepemerintahan  serta agar pesan dakwah tersebut dapat diwariskan kepada generasi penerus. Pada sisi lain Pondok pesantren berkonstribusi siginifikan dalam menumbuhkan tradisi literasi di Banten melalui penulisan dan pemeliharaan karya-karya ulam di Banten.
  6. Tradisi literasi mengalami pergeseran akibat pengaruh derasnya penggunaan Teknologi Informasi yang tidak pada tempatnya. Seharusnya Teknologi Informasi ikut mendorong digitalisasi karya tulis yang menjadi instrumen utama aktivitas literasi. Perpustakaan harus mampu menyesuaikan dengan perkembangan Teknologi Informasi sehingga perpustakaan akan selalu jadi pusat dalam pencarian informasi dan sumber belajar sepanjang hayat
  7. Pustakawan harus terus ditingkatkan kompetensinya  menghadapi semakin meningkatnya penngetahuan pemustaka terhadap kebutuhan informasi

Perpustakaan tak hanya dibangun di kota besar, namun harus dibangun hingga ke perdesaan karena di ranah inilah masyarakat kesulitan mengakses buku akibat kondisi geografis dan mahalnya harga buku. Peran perpustakaan di desa sangat penting karena  desa adalah gerbang pertama peningkatan kualitas SDM.

repost BPAD Prov. Banten

dikases dari http://dpk.bantenprov.go.id/read/berita/414/SEMINAR-LITERASI-MINAT-BACA.html