SEMINAR LITERASI MINAT BACA

” SEMINAR LITERASI MINAT BACA “

Serang – Seminar Literasi yang dilaksanakan pada hari Senin, 17 Maret 2017 di gedung PKPRI Serang. Kegiatan ini dibuka oleh Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Banten DR. H. Ajak Moelim, M.Pd, Kegiatan ini dihadiri oleh Narasumber antara lain Dece Aryadi dari Ketua Forum Taman Baca Banten/Dewan Perpustakaan Provinsi,  Nani Suryani dari Kepala Bidang Pengkajian dan Pemasyarakatan Minat Baca Perpustakaan Nasional, Toto St Radik dari Dewan Perpustakaan/penulis sekaligus Sastrawan, Firman Venayaksa dari Dosen Untirta dan ketua Forum TBM Nasional, Bambang Q Anees dari penulis sekaligus Dosen Filsafat di UIN Syarif Hidayatullah. Peserta yang hadir dari berbagai unsur perpustakaan kampus, perpustakaan sekolah, perpustakaan desa, Organisasi Mahasiswa, KOMUNITAS MOLI (motor litetasi) dan pegiat TBM (Termasuk TBM Kuli Maca Desa Warungbanten).

DSC_0219_web

Seminar ini diselenggarakan sebagai bagian dari upaya untuk meningkatakn pembudayaan kegemaran membaca di Provinsi Banten. Sejarah Masyarakat Banten sesungguhnya telah mengajarkan bahwa literasi merupakan bagian penting dari perkembangan masyarakatnya. Kemunculan tokoh-tokoh seperti Syekh Nawawi Al-Bantani, Husein Djayadiningrat, Syafrudin Prawiranegara atau tokoh-tokoh lainnya tidak bisa dilepaskan dari tradisi masyarakat yang melingkupinya. Namun pertanyaannnya warisan budaya tersebut belum terlihat pada masyarakat Banten hari ini?. seminar dimaksudkan untuk menggali kembali warisan sejarah tersebut sekaligus membuat ide-ide kreatif untuk melakukan upaya pembudayaan kegemaran membaca di masyarakat Banten, sehingga dikemudian hari Banten diharapkan mampu melahirkan kembali tohoh-tokoh kreatif penuh karya yang bermanfaat bagi masyarakat.

Dalam kegiatan tersebut, dibahas bahwaregulasi tentang perpustakaan sebagaimana telah diatur sesuai baik oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan maupun melalui penetapan Standar Nasional perpustakaan oleh Undang – Undang nomor 43/2007 tentang Perpustakaan. Diharapkan semua sekolah mematuhi aturan tersebut sehingga keberadaan perpustakaan dapat menunjang proses belajar siswa dengan baik untuk menunjang minat baca perpustakaan nasional terus berinovasi dengan membuat e-rosources yang memuat e-katalog dan e-book yang dibutuhkan sebagai referensi tulisan ilmiah oleh Perguruan Tinggi dimana semua refernsi tersebut telah memiliki hak cipta yang dilindungi oleh Undang – Undang.  Perpustakaan nasional telah menandatangani MoU dengan sejumlah Perguruan Tinggi terkait penyediaan e-resouces.

Dalam hal kekayaan budaya pemerintah melalui perpustakaan berkewajiban untuk menghimpun, menyimpan,  memelihara, dan mendayagunakan kekayaan budaya bangsa tersebut, baik yang tertulis, tercetak maupun yang terekam secara tidak terkecuali, dimana masyarakat memiliki hak akses terhadap koleksi tersebut sebagimana diatur dalam Undang-Undang 43/2007 tentang Perpustakaan

Dalam membangun perpustakaan hendaknya melengkapi sarana dan prasarana yang dilmilikinya dengan menyediakan kebutuhan bagi penyandang disabilitas karena pendayagunaan koleksi perpustakan tidak memandang usia, pekerjaan dan status sosial. termasuk masyarakat adat di Banten adalah aset berharga bagi Banten yang telah berkontribusi dalam memperkaya khazanah budaya lokal di Banten sekalgus menjadi mitra penting bagi peningkatan minat baca karena pranata sosial masyarakat adat memiliki nilai lebih dalam aspek kehidupan masyarakat.

Dalam rangka memperbanyak fungsional pustakawan pemerintah membuat aturan Impassing bagi calon Pustakawan ini merupakan amanat PermenPan 25/2016 . Namun demikian Peraturan Kepala Perpsuatakan ini nomor 2/2017 belum tersosialisasikan secara  keseluruhan sehingga BKD di  daerah/Perguruan Tinggi belum semua terkonfirmasi

APBN yang dimiliki oleh Perpusnas sangat terbatas. Sehinngga sarana prasarana perpustakaan wajib dialokasikan oleh daerah melalui APBD sebagaimana amanat Undanng-Undang 23/2014 tentang Pemda bahwa Perpustaakaan merupakan urusan wajib pemerintahan

Dari kegiatan seminar literasi minat baca yang diselenggarakan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Banten ada beberapa point yang dapat disimpulkan antara lain :

  1. Menurut sejumlah survey dari luar negeri menempatkan Indoensia sebagai negara yang minim minat baca padahal  fakta di lapangan menunjukkan masyarakat terutama di daerah terpencil sangat antuasias terhadap keberadaan perpustakaan keliling dan mobil pintar keliling.
  2. Penelitian dari Perpustakaan Nasional menyebutkan minimnya minat baca disebabkan  akses keperpustakaan yang masih terbatas dan kurangnya inovasi dalam pelayanan perpustakaan serta minimnya pelibatan mitra dalam pemasyarakatan minat baca. Perpustakaan nasional telah menyusun  kebijakan pendukung pemasyarakatn minat baca, antara  penyediaan sarana dan prasarana langsung ke komunitas atau melalui bantuan keuangan/dana dekosentrasi ke provinsi dan kabupaten/kota, bantuan buku – buku ke elemen masyarakat  serta pencanangan Gerakan Literasi Sekolah dan Gerakan Indoensia Membaca untuk mendorong secara masif peningkatan minat baca
  3. Peningkatan minat baca merupakan gerakan simultan dan harus sinergis karena gerakan ini bukan hanya tanggungjawab pemerintah tapi semua stakeholder. Gerakan literasi di Banten sesungguhnya telah dimulai jauh sebelum Banten berdiri jadi provinsi pada tahun 2001, salah satunya diinisiasi oleh para penggiat literasi di Rumah Dunia.  Partsipasi dan respon dari masyarakat kemudian terus meningkat dalam bentuk Taman Bacaan Masyarakat dan inovasi dalam mendekatkan akses perpustakaan ke masyarakat, misalnya Perpustakaan kelililing, mobil pintar, Mobil Literasi dan Motor Literasi
  4. Terbentuknya Kantor Perpustakaan Daerah tahun 2007 sebagai bentuk tanggung jawab Pemprov Banten untuk meningkatkan kualitas SDM Banten dan terus berupaya mengembangkan dirinya untuk menjadi bagian penting dalam pengembangan kualitas sumberdaya manusia di Banten. Masih dibutuhkan invoasi dan kreatifitas untuk menumbuhkan perpustakaan yang menarik bagi masyarakat sesuai dengan perkembangan masyarakat.
  5. Literasi di Banten sudah ada sejak abad 14 Masehi seiring dengan berdirinya Kesultanan Banten di mana para ulamanya menggunakan pola dakwah dengan tulisan dan mengarsipkannya  karena menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam urusan kepemerintahan  serta agar pesan dakwah tersebut dapat diwariskan kepada generasi penerus. Pada sisi lain Pondok pesantren berkonstribusi siginifikan dalam menumbuhkan tradisi literasi di Banten melalui penulisan dan pemeliharaan karya-karya ulam di Banten.
  6. Tradisi literasi mengalami pergeseran akibat pengaruh derasnya penggunaan Teknologi Informasi yang tidak pada tempatnya. Seharusnya Teknologi Informasi ikut mendorong digitalisasi karya tulis yang menjadi instrumen utama aktivitas literasi. Perpustakaan harus mampu menyesuaikan dengan perkembangan Teknologi Informasi sehingga perpustakaan akan selalu jadi pusat dalam pencarian informasi dan sumber belajar sepanjang hayat
  7. Pustakawan harus terus ditingkatkan kompetensinya  menghadapi semakin meningkatnya penngetahuan pemustaka terhadap kebutuhan informasi

Perpustakaan tak hanya dibangun di kota besar, namun harus dibangun hingga ke perdesaan karena di ranah inilah masyarakat kesulitan mengakses buku akibat kondisi geografis dan mahalnya harga buku. Peran perpustakaan di desa sangat penting karena  desa adalah gerbang pertama peningkatan kualitas SDM.

repost BPAD Prov. Banten

dikases dari http://dpk.bantenprov.go.id/read/berita/414/SEMINAR-LITERASI-MINAT-BACA.html

SEMINAR PEMASYARAKATAN PERPUSTAKAAN DAN MINAT BACA DAN RAKER IPI (IKATAN PUSTAKAWAN INDONESIA) PROV. BANTEN

Serang, Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) prov. Banten menggelar seminar yang bertema “Peran Pustakawan di Era Keterbukaan Infomasi” yang diisi oleh narasumber H. T. Syamsul Bahri, S.H., MSi selaku ketua I pengurus pusat IPI 2016, dan drg. Andi Fatmawati, M. Kes selaku ketua BPAD prov. Banten yang bertempat di BPAD Prov. Banten pada Rabu (24/8). Peserta dihadiri oleh seluruh pustakawan di provinsi banten baik dari PTN, PTS, Sekolah, dll.

14047330_10206581095837211_641272060102473393_o

kemudian dilanjut dengan merancang raker IPI untuk tahun 2016/2017. IPI Prov. Banten sebenarya sudah terbentuk sejak tahun 2009 namun karena beberapa hambatan IPI Prov. Banten fakum dan pada 24 Agustus 2016 IPI prov. Banten melaksanakan raker dan alhamdulillah berjalan dengan lancar.

Untuk kedepannya semoga IPI Prov. Banten terus melakukan aksi dan maju menyebarkan literasi informasi ke seluruh masyarakat. Aamiin…

 

KIPRAH ULAMA AWAL DI NUSANTARA

Penyebaran Islam dan perkembangan Islam di Nusantara yang dimulai sejak masuknya Islam di Nusantara ini, tidak lepas dari dakwah-dakwah yang dilakukan oleh tokoh-tokoh Islam, dan terus berkembang dengan datangnya para kaum perintis pembaruan Islam dari daerah-daerah Timur.

Penyebaran Islam di Nusantara ini juga tidak bisa dipisahkan dari ajaran tasawuf. Bahkan “Islam Pertama” yang dikenal di Nusantara ini sesungguhnya adalah Islam yang disebarkan dengan pendekatan sufistik. Para penyebar Islam di Nusantara itu, umumnya para da’i yang memiliki pengetahuan dan pengalaman tasawuf.

Mereka diantaranya adalah Hamzah Fansuri, Syamsuddin Sumatrani, Nuruddin ar-Raniri, Abd, dan banyak lagi yang lainnya. Mereka adalah orang yang sangat berpengaruh dalam penyebaran Islam di Nusantara ini, khususnya di Aceh.

Pada makalah ini akan membahas beberapa tokoh yang disebutkan di atas terkait bagaimana biografi, karya-karyanya dan pengaruhnya dalam merintis perkembangan Islam di Nusantara.

  • HAMZAH FANSURI

Hamzah Fansuri adalah seorang cendikiawan, ulama tasawuf, sastrawan, dan budayawan terkemuka. Ia diperkirakan telah menjadi penulis pada masa Kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Alauddin Riayat Syah Sayid al-Mukammal (1588-1604) maka dapat ditarik benang merah jika Hamzah Fanshuri hidup antara pertengahan abad ke-16 hingga awal abad ke-17. Ia berasal dari Fansur yakni sebuah kota pantai di barat Sumatera bagian utara, arah ke selatan daerah Aceh (sekarang sebagian masuk dalam wilayah Sumatera Utara). Ciri khas negeri Fansur itu adalah penghasil kapur barus yang sangat terkenal di dunia pada saat itu. Ia sering melakukan perjalanan untuk menuntut ilmu, antara lain ke Kudus, Banten, Johor, Siam, India, Persia, Irak, Mekah, Madinah, dan lain-lain. Setelah pengembaraannya selesai, ia kembali ke Aceh dan mengajarkan ilmunya.

Pada mulanya ia berdiam di Barus lalu ke Banda Aceh, kemudian ia mendirikan dayah di Oboh, Singkil.Hamzah Fansuri termasuk orang yang sangat gemar dan mementingkan dalam mencari ilmu, terutama ilmu agama, khususnya tasawuf. Untuk itu, ia tidak segan-segan berpergian jauh dalam waktu lama untuk tujuan itu. Namun, perjalanannya tidak hanya untuk mencari ilmu pengetahuan tetapi juga untuk kepentingan amalan agama, terutama berkaitan dengan ajaran tasawuf yang dianutnya. Hamzah Fansuri dapat dikatakan tokoh tasawuf dari Aceh yang membawa faham wahdatul wujud. Ajaran Hamzah Fansuri ini banyak bersumber dari pemikiran Ibnu Arabi. Ajaran wahdatul wujud adalah ajaran yang meyakini bahwa Tuhan dapat bersatu dengan makhluknya atau serupa dengan pengertian pantheisme. Jasanya yang paling menonjol dalam bidang pendidikan adalah usahanya memperkaya bahasa Melayu menjadi bahasa ilmu pengetahuan yang tidak kalah dengan bahasa-bahasa ilmu pengetahuan dunia lain. Oleh karena itu, Hamzah Fansuri dianggap sebagai perintis penggunaan bahasa Melayu menjadi bahasa ilmu pengetahuan yang hingga kini semakin berkembang pesat.

Dalam buku Hamzah Fansuri Penyair Aceh, Prof. A. Hasymi menyebut bahwa Syeikh Hamzah Fansuri hidup dalam masa pemerintahan Sultan Alaidin Riayat Syah IV Saiyidil Mukammil (997-1011 H-1589-1604 M) sampai ke permulaan pemerintahan Sultan Iskandar Muda Darma Wangsa Mahkota Alam (1016-1045 H-1607-1636 M).

Dari berbagai sumber disebutkan bahwa Syeikh Hamzah al-Fansuri telah belajar berbagai ilmu yang memakan waktu lama. Selain belajar di Aceh sendiri beliau telah mengembara ke berbagai tempat, di antaranya ke Banten, bahkan sumber yang lain menyebut bahwa beliau pernah mengembara keseluruh tanah Jawa, Semenanjung Tanah Melayu, India, Parsi dan Arab. Dikatakan bahwa Syeikh Hamzah al-Fansuri sangat mahir dalam ilmu-ilmu fikih, tasawuf, falsafah, mantiq, ilmu kalam, sejarah, sastra dan lain-lain. Dalam bidang bahasa pula beliau menguasai dengan kemas seluruh sektor ilmu Arabiyah, fasih dalam ucapan bahasa itu, berkebolehan berbahasa Urdu, Parsi, Melayu dan Jawa.

2. Syair-syair hamzah fansuri

Syair-syair Syeikh Hamzah Fansuri terkumpul dalam buku-buku yang terkenal, dalam kesusasteraan Melayu / Indonesia tercatat buku-buku syairnya antara lain :

  • Syair burung pingai

Bercerita tentang burung pinggai yang melambangkan jiwa manusia dan Tuhan. Dalam syair itu, Hamzah Fansuri mengangkat satu masalah yang banyak dibahas dalam tasawuf, yaitu hubungan satu dan banyak. Yang esa adalah Tuhan dengan alamnya yang beraneka ragam.

  • Syair dagang

Tentang kesengsaraan seorang anak dagang yang hidup di rantau.

  • Syair burung pungguk

Bercerita tentang hubungan manusia dengan Tuhan.

  • Syair sidang faqir
  • Syair ikan tongkol
  • Syair perahu

Melambangkan tubuh manusia sebagai perahu layar di laut. Pelayaran itu penuh marabahaya. Apabila manusia kuat memegang keyakinan akan Tuhan maka dapat dicapai suatu tahap yang menunjukkan tidak adanya perbedaan antara Tuhan dengan hambanya.

Karangan-karangan Syeikh Hamzah Fansuri yang berbentuk kitab ilmiah antara lain :

  • Asfarul ‘arifin fi bayaani ‘ilmis suluki wa tauhid
  • Syarbul ‘asyiqiin
  • Al-Muhtadi
  • Ruba’i Hamzah al-Fansuri

Karya-karya Syeikh Hamzah Fansuri baik yang berbentuk syair maupun berbentuk prosa banyak menarik perhatian para sarjana baik sarjana barat atau orientalis barat maupun sarjana tanah air. Yang banyak membicarakan tentang Syeikh Hamzah Fansuri antara lain Prof. Syed Muhammad Naquib dengan beberapa judul bukunya mengenai tokoh sufi ini, tidak ketinggalan seumpama Prof. A. Teeuw juga r.O Winstedt yang diakuinya bahwa Syeikh Hamzah Fansuri mempunyai semangat yang luar biasa yang tidak terdapat pada orang lainnya. Dua orang yaitu J. Doorenbos dan Syed Muhammad Naquib al-Attas mempelajari biografi Syeikh Hamzah Fansuri secara mendalam untuk mendapatkan Ph.D masing-masing di Universitas Leiden dan Universitas London. Karya Prof. Muhammad Naquib tentang Syeikh Hamzah Fansuri antaranya :

  • The Misticim of Hamzah Fansuri (disertat 1966), Universitas of Malaya Press 1970
  • Raniri and The Wujudiyah, IMBRAS, 1966
  • New Light on Life of Hamzah Fansuri, IMBRAS, 1967
  • The Origin of Malay Shair, Dewan Bahasa dan Pustaka, 1968[1][3]

Menurut beberapa pengamat sastra sufi, sajak-sajak Syaikh Hamzah al-Fansuri tergolong dalam Syi’r al- Kasyaf wa al-Ilham, yaitu puisi yang berdasarkan ilham dan ketersingkapan (kasyafi yang umumnya membicarakan masalah cinta Ilahi).

3. Pemikiran Hamzah Fanzuri

Di bidang keilmuan Syeikh Hamzah Fansuri telah mempelajari penulisan risalah tasawuf atau keagamaan yang demikian sistematis dan bersifat ilmiah. Sebelum karya-karya Syeikh muncul, masyarakat muslim Melayu mempelajari masalah-masalah agama, tasawuf dan sastra melalui kitab-kitab yang ditulis di dalam bahasa Arab atau Persia. Di bidang sastra Syeikh mempelopori pula penulisan puisi-puisi filosofis dan mistis bercorak Islam, kedalaman kandungan puisi-puisinya sukar ditandingi oleh penyair lan yang sezaman ataupun sesudahnya. Penulis-penulis Melayu abad ke-17 dan 18 kebanyakan berada di bawah bayang-bayang kegeniusan dan kepiawaian Syeikh Hamzah Fansuri. Di bidang kesusastraan pula Syeikh Hamzah Fansuri adalah orang pertama yang memperkenalkan syair, puisi empat baris dengan skema sajak akhir a-a-a-a syair sebagai suatu bentuk pengucapan sastra seperti halnya pantung sangat populer dan digemari oleh para penulis sampai pada abad ke-20.

Di bidang kebahasaan pula sumbangan Syeikh Hamzah Fansuri sukar untuk dapat di ingkari. Pertama, sebagai penulis pertama kitab keilmuan di dalam bahasa Melayu, Syeikh Hamzah Fansuri telah berhasil mengangkat martabat bahasa Melayu dari sekedar lingua franca menjadi suatu bahasa intelektual dan ekspresi keilmuan yang canggih dan modern. Dengan demikian kedudukan bahasa Melayu di bidang penyebaran ilmu dan persuratan menjadi sangat penting dan mengungguli bahasa-bahasa Nusantara yang lain, termasuk bahasa Jawa yang sebelumnya telah jauh lebih berkembang. Kedua, jika kita membaca syair-syair dan risalah-risalah tasawuf Syeikh Hamzah Fansuri, akan tampak betapa besarnya jasa Syeikh Hamzah Fansuri dalam proses Islamisasi bahasa Melayu dan Islamisasi bahasa adalah sama dengan Islamisasi pemikiran dan kebudayaan.

Di bidang filsafat, ilmu tafsir dan telaah sastra Syeikh Hamzah Fansuri telah pula mempelopori penerapan metode takwil atau hermeneutika keruhanian, kepiawaian Syeikh Hamzah Fansuri di bidang hermeneutika terlihat di dalam Asrar al-‘arifin (rahasia ahli makrifat), sebuah risalah tasawuf klasik paling berbobot yang pernah dihasilkan oleh ahli tasawuf nusantara, disitu Syeikh Hamzah Fansuri memberi tafsir dan takwil atas puisinya sendiri, dengan analisis yang tajam dan dengan landasan pengetahuan yang luas mencakup metafisika, teologi, logika, epistemologi dan estetika. Asrar bukan saja merupakan salah satu risalah tasawuf paling orisinal yang pernah ditulis di dalam bahasa Melayu, tetapi juga merupakan kitab keagamaan klasik yang paling jernih dan cemerlang bahasanya dengan memberi takwil terhadap syair-syairnya sendiri Syeikh Hamzah Fansuri berhasil menyusun sebuah risalah tasawuf yang dalam isinya dan luas cakrawala permasalahannya.

SYAMSUDDIN AS-SUMATRANI

1. Biografi

Syamsuddin as-Sumatrani, nama lengkapnya adalah Syekh Syamsuddin bin Abdillah as-Sumatrani, sering pula disebut dengan Syamsuddian Pasai. Ia adalah ulama besar yang hidup di Aceh pada beberapa dasawarsa terakhir abad ke-16 dan tiga dasawarsa pertama abad ke-17. Menurut para sejarawan, penisbahan namanya dengan sebutan Sumatrani ataupun Pasai mengisyaratkan adanya dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, orang tuanya adalah orang Pasai (Sumatra). Dengan demikian maka dapat diduga bahwa ia sendiri dilahirkan dan dibesarkan di Pasai. Jika pun ia tidak lahir di Pasai, maka kemungkinan kedua bahwa sang ulama terkemuka pada zamannya ini telah lama bermukim di Pasai bahkan ia meninggal dan dikuburkan di sana. Ia adalah Syaikhul Islam di Kesultanan Aceh pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1670-1636). Sebagai seorang ulama Tasawuf ia memiliki banyak pengikut.

Bersama Hamzah Fansuri, Syamsuddin merupakan tokoh aliran wujudiyyah (penganut aliran wahdatul wujud). Mengenai hubungan Hamzah Fansuri dengan Syamsuddin Sumatrani, sejarawan A. Hasjmy cenderung memandang Syamsuddin Sumatrani sebagai murid dari Hamzah Fansuri. Pandangannya ini diperkuat dengan ditemukannya dua karya tulis Syamsuddin Sumatrani yang merupakan ulasan (syarah) terhadap pengajaran Hamzah Fansuri. Tidak banyak literatur yang dapat mengungkapkan identitas Syamsuddin dengan rinci, kecuali beberapa kitab lama seperti Hikayat Aceh dan Bustan as-Salatin karangan Nuruddin ar-Raniri (w. 1658/1069). Kitab ini banyak menguraikan para ulama yang datang dan mengajar di Aceh pada abada ke-16 dan ke-17, buku-buku yang meraka karang, serta ilmu-ilmu yang diajarkan.

2. Karya-karya syamsuddin as-sumatrani

Syamsuddin menulis banyak buku berbahasa Arab dan Melayu (dengan judul bahasa Arab). Karya tulis ini tidak banyak diketahui karena telah dibakar oleh Nuruddin ar-Raniri  atas perintah Sultan Iskandar Tsani (1636-1641). Ajaran Syamsuddin dan Hamzah Fansuri ditentang oleh Nuruddin ar-Raniri karena dinilai sesat serta dianggap sebagai ajaran panteisme. Kitab-kitab Syekh Syamsuddin yang ditemukan juga tidak lengkap. Di antara bukunya adalah Mirat al-Mu’min (Warisan orang yang beriman) dan Mirat al-Muhaqiqina (warisan orang yang yakin).

Karya-karya yang lain meliputi :

  • Jawahirul Haqaaiq
  • Tanbiihut Thullab fi Ma’rifat Maliki Wahhab
  • Risaalatu Baiyin Mulahazat al-Muwahhidiin Muhtadi fi Zikrillahi
  • Kitabul Harakah
  • Nurud Daqaaiq

Hawash Abdullah membagi beberapa kategori buku karangan Syamsuddin dalam beberapa kelompok. Kelima kitab di atas merupakan kitab karangan Syamsuddin dalam bahasa Arab, selain itu ada kitab yang ditulis dalam bahasa Melayu serta beberapa kitab yang belum dapat diidentifikasi ditulis dalam bahasa Arab atau Melayu.

3. Pemikiran dan Pengaruh Syamsuddin as-Sumatrani

Nuruddin ar-Raniri, dalam Bustan as-Salatin menuliskan bahwa Syeikh (Syamsuddin as-Sumatrani) itu alim pada segala ilmu dan ialah terkenal pengetahuannya pada Tasawuf dan beberapa kitab yang dita’lifkannya. Paham Tasawuf Wujudiyyah Syamsuddin menyatakan bahwa wujud hakiki itu hanya satu, yaitu wujud Tuhan. Wujud makhluk tidak ia ingkari, tapi bila dibandingkan dengan wujud hakiki (Tuhan), wujud makhluk hanya seperti bayangan saja dari wujud Tuhan. Sebagai wujud bayangan, makhluk ini tidaklah berwujud karena dirinya sendiri, tetapi bergantung kepada wujud Tuhan. Ia (Syamsuddin) juga mengingatkan para muridnya tentang perbedaan paham muwahhid yang benar dengan paham kaum sesat (zindik). Menurut pandangan yang dianutnya, seorang yang arif hanya menafikan (meniadakan) makhluk, takkala ia berada pada martabat (taraf) fana, sedangan menurut pandangan yang kedua (sesat), makhluk ditiadakan karena wujud Tuhan diyakini berada dalam kandungan makhluk itu.

Beberapa pandangan as-Sumatrani sebagai berikut; pertama, Tuhan adalah wujud yang awal, sumber dari segala wujud dan kenyataan satu-satunya. Kedua, Zat adalah wujud Tuhan, Ia adalah kesempurnaan dalam kemutlakan yang tinggi, sesuatu yang di luar kemampuan manusia untuk memikirkannya. Zat itu wujud dan asal dari segala yang ada. Wujud yang ada ini tidak berbeda dengan wujud Allah SWT. Wujud Allah mencakup baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan. Ketiga, hakikat zat dan sifat dua puluh adalah satu. Jadi zat itu adalah sifat. Selanjutnya dia mengungkapkan bahwa sifat Allah kadim dan baqa, sedangkan sifat manusia fana. Allah SWT ada dengan sendirinya, sedangakan manusia dibuat dan tidak ada. Hal ini seperti orang melihat cermin dengan rupa yang terbayang dalam cermin; orang yang melihat cermin itu kadim sedangkan rupa dalam cermin itu muhdat (baru diciptakan) serta fana. Kelima, ajaran wujud tercakup dalam martabat tujuh, yang pada dasarnya seperti paham martabat tujuh al-Burhanpuri. Pemikiran Syamsuddin selanjutnya dalah mengenai tafsiran kalimat syahadat seperti kaum wujuddiah yang lain. Terakhir adalah pandangannya mengenai orang yang memiliki ma’rifah (pengetahuan) yang sempurna adalah orang yang mengatahui aspek perbedaan (tanzih), dan aspek kemiripan (tasybih) antara Tuhan dengan makhluk-Nya. Adapun martabat tujuh yang dikembangkan syamsuddin itu meliputi: martabat ahadiyyah (tanpa pembeda), martabat wahdah (pembedaan yang pertama), martabat wahidiyyah (pembedaan yang kedua), martabat alam arwah (pangkal segala nyawa), martabat alam mitsal (dunia ibarat), martabat alam ajsam (dunia kausal), dan martabat alam insan (dunia kamil).

Pandangan Syamsuddin dalam Taswuf secara tidak langsung dipengaruhi oleh pola pikir Ibn Arabi. Dia banyak belajar dari Hamzah Fansuri yang demikian kuatnya paham wujudiah. Paham martabat tujuh inilah yang membedakan antara Syamsuddin Sumatrani dengan gurunya Hamzah Fansuri, yang mana dalam ajaran Hamzah tidak ditemukan pengajaran ini. Tetapi keduanya sangat menekankan pemahaman tauhid yang murni, bahwa Tuhan tidak boleh disamakan atau dicampurkan dengan unsur alam. Dalam pengajaran Hamzah Fansuri dikenal dengan la ta’ayyun. Sedangkan dalam pengajaran Syamsuddin dikenal dengan aniyat Allah. Kedua ajaran Tasawuf ini dalam banyak aspek tetap berpedoman pada sumber asalnya, yaitu ajaran Ibn Arabi maupun al-Jilli. Meskipun demikian, Syekh Syamsuddin juga seorang yang sangat ahli di bidang lain. Hal ini terlihat ketika ia menjabat sebagai penasihat keagamaan pada masa Sultan Iskandar Muda. Pengetahuannya dalam bidang agama menjadikannya menempati posisi penting di kerajaan.

NURUDDIN AL-RANIRI

  1. Biografi

Syeikh Nur al-Din al-Raniri adalah seorang ulama yang terkenal dan masyhur. Beliau tidak hanya terkenal di kalangan dunia Melayu saja, bahkan beliau juga terkenal di kalangan pengarang-pengarang Barat. Beliau terkenal sebagai seorang pujangga dan seorang ulama’, tetapi pengaruhnya lebih berkesan kepada Masyarakat Melayu dalam  bidang  agama.

Nuruddin Ar-Raniri adalah negarawan, ahli fikih, teolog, sufi, sejarawan dan sastrawan penting dalam sejarah Melayu pada abad ke-17. Nama aslinya adalah Nuruddin bin Ali bin Hasanji bin Muhammad Hamid Ar-Raniri. Ia lahir di Ranir (Rander), Gujarat, India, dan mengaku memiliki darah suku Quraisy, suku yang juga menurunkan Nabi Muhammad SAW. Ayahnya adalah seorang pedagang Arab yang bergiat dalam pendidikan agama.

Nuruddin adalah seorang polymath, yaitu orang yang pengetahuannya tak terbatas dalam satu cabang pengetahuan saja. Pengetahuannya sangat luas, meliputi bidang sejarah, politik, sastra, filsafat, fikih, dan mistisisme. Nuruddin mula-mula mempelajari bahasa Melayu di Aceh, lalu memperdalam pengetahuan agama ketika melakukan ibadah haji ke Mekah. Sepulang dari Mekah, ia mendapati bahwa pengaruh Syamsuddin as-Sumatrani sangat besar di Aceh. Karena tidak cocok dengan aliran wujudiyah yang disebarkan oleh Syamsuddin, Nuruddin pindah ke Semenanjung Melaka dan memperdalam ilmu agama dan bahasa Melayu di sana.

Nuruddin Ar-Raniri diperkirakan datang ke Aceh pada tanggal 6 Muharram 1047 H (31 Mei 1658) pada masa pemerintahan Iskandar Thani. Yaitu setahun selepas Sultan Iskandar Thani memerintah. Sebelum  beliau  belayar  ke  Aceh,  beliau terlebih dahulu pergi ke Pahang. Beliau pergi ke Pahang setelah beliau  menamatkan pengajiannya di Makkah. Pahang pada waktu itu berada di bawah taklukan  Aceh, yang merupakan sebuah kerajaan yang dikenali dengan Aceh Darussalam.  Aceh pada waktu itu merupakan sebuah pusatperdagangan, kebudayaan, politik serta pusat pengajian Islam yang terkenal.

Pendidikan dasarnya dipercayai telah diperolehnya di tempat kelahirannya yaitu di Raniri atau Rander yang berdekatan dengan Gujerat, India. Setelah  mendapatkan pendidikan awal dan menguasai sejumlah ilmu di Raniri, Ia berangkat ke Makkah dan Madinah pada tahun 1030 H/1621 M.

Disana beliau sempat menjadi murid dan belajar kepada Syaikh Abu Hafs Umar Abd Allah Ba Shaiban al-Tarimi al-Hadrami atau dikenali juga dengan nama lainnya iaitu Sayyid Umar al-Aydrus. Dari ulama’ ini, beliau belajar dan  mengambil bay’ah Tariqah’iyyah. Syaikh dalam Tariqah Rifa’iyyah ini merupakan anak murid kepada Syaikh Muhammad al-Aydrus.

Selain daripada Tariqah Rifa’iyyah, Syaikh Nur al-Din juga mengamalkan Tariqah Qadariyah. Selain itu, beliau juga mempelajari Tariqah Aydarusiyyah, Tariqah Shadhiliyyah dan Tariqah Suhrawardiyyah. Namun begitu, walaupun beliau mempelajari banyak tariqah, beliau hanya diangkat sebagai khalifah dalam Tariqah Rifa’iyyah oleh gurunya Ba Shayban.

Selama beliau tinggal dinegerinya Ranir dan selama bermukim di Tanah Arab, Nuruddin ar-Raniri telah belajar bahasa Melayu, karena kedudukan bahasa Melayu pada waktu itu sangat penting sebagai bahasa penghubung di Asia Tenggara, bahkan sampai ke Asia Timur, sehingga sebelum hijrah ke Tanah Melayu dan Aceh, Nuruddin telah menguasai bahasa Melayu dengan baik.

2. Karya-karya Nuruddin ar-Raniri

Nuruddin Ar-Raniri banyak menghasilkan  tulisan yang bernilai tinggi baik berbahasa Melayu Jawi dan karya berbahasa Arab dalam bebagai bidang. Karya karya beliau mencakup bidang hadits, sejarah, perbandingan  agama, fiqih, akidah, tasawwuf dan bidang-bidang lain yang   semuanya   melebihi   30   buah buku. Beliau seorang  ulama’ yang sangat berpengaruh dan mempunyai ilmu yang tinggi  terutama  menerusi  usahanya  membenteras  fahaman  wujudiah yang berkembang di nusantara pada ketika itu.

Karya-karya Nuruddin Ar-Raniri cukup banyak. Diantara karyanya yang telah diteliti dan diterbitkan, yaitu:

1)   Al-Sirat al-Mustakim. Kitab ini berisi ajaran tentng ibadah yakni  shalat, puasa, zakat, haji, hukum kurban, berburu, hukum halal dan haram dalam hal makanan); kitab ini ditulis pada tahun 1044 H. (1634 M) dan selesai tahun 1054 H. (1644 M).

2) Durrat al-Fara’id bi Syarh al-‘Aqaid. Kitab ini mengenai akidah dan merupakan saduran serta terjemahan dalam bahasa Melayu dari kitab Syarh al-‘aqaid an Nasafiyyah karya Imam Sa’dudin al-Taftarani; ditulis sebelum tahun 1045 H (1635 M).

3) Hidayat al-Habib fi al Targhib wa al Tarhib. Kitab hadits ini berisi 831 haditsdalam bahasa Arab dan Melayu. Kitab hadits ini mengenaibhadits untuk memuji pekerjaan yang baik supaya orang menjauhkan diri dari pekerjaan jahat; ditulis pada tahun 1045 H. (1635 M). Dua kitab ini (no 2 dan 3),di tulis di semenanjung tanah Melayu dan dibawa ke Aceh  pada zaman Sultan Iskandar Tsani.

4) Bustan al-Salatin fi dzikr al-awwalin wa al-Akhirin.Ini adalah kitab sejarah yang merupakan karya Nuruddin terbesar yang pernah dihasilkan orang dalam bahasa Melayu. Kitab ini ditulis setelah Nuruddin berada di Aceh tujuh bulan lamanya, yaitu pada tanggal 17 Syawal 1047H (1637 M). mengenai kejadian tujuh petala langit dan bumi serta segala nabi-nabi, raja-raja, dan mentri-mentri; yang kesemuanya terdiri dari tujuh bab.

5)  Nubdzah fi da’wa al zhill ma’a sahibihi. Kitab ini ditulis dalam Bahasa Arab, dan menerangkan perdebatan antara nuruddin ar-Raniri dan muridnya, Shams al-din mengenai kesesatan ajaran Wujudiyyah.

6) Lata’if al-asrar (Kehalusan Rahasia).Kitab ini ditulis dalam Bahasa Melayu , yang membahas mengenai ajaran tasawuf.

7) Asrar al-Insan fi Ma’rifat al-Ruh wa al-Rahman. Kitab ini ditulis dalam Bahasa Melayu dan Arabyang membahas mengenai manusia, terutama ruh,sifat, dan hakikatnya, serta hubungan manusia dengan Tuhan.

Selain yang disebutkan di atas, masih banyak lagi beberapa karya yang diterbitkan.

3. Pemikiran dan Pengaruh Nuruddin ar-Raniri

Al-Raniri merupakan sosok ulama yang memiliki banyak keahlian. Dia seorang sufi, teolog, faqih (ahli hukum), dan bahkan politisi. Keberadaan Al-Raniri seperti ini sering menimbulkan banyak kesalahpahaman, terutama jika dilihat dari salah satu aspek pemikiran saja. Maka sangat wajar, jika beliau dinilai sebagai seorang sufi yang sibuk dengan praktek-praktek mistik, padahal di sisi lain, Al-Raniri adalah seorang faqih yang memiliki perhatian terhadap praktek-praktek syariat. Oleh karena itu, untuk memahaminya secara benar, haruslah dipahami semua aspek pemikiran, kepribadian dan aktivitasnya.

Keragaman keahlian Al-Raniri dapat dilihat kiprahnya selama. di Aceh. Meski hanya bermukim dalam waktu relatif singkat, peranan Al-Raniri dalam perkembangan Islam Nusantara tidak dapat diabaikan. Dia berperan membawa tradisi besar Islam sembari mengeliminasi masuknya tradisi lokal ke dalam tradisi yang dibawanya tersebut. Tanpa mengabaikan peran ulama lain yang lebih dulu menyebarkan Islam di negeri ini, Al-Ranirilah yang menghubungkan satu mata rantai tradisi Islam di Timur Tengah dengan tradisi Islam Nusantara.

Bahkan, Al-Raniri merupakan ulama pertama yang membedakan penafsiran doktrin dan praktek sufi yang salah dan benar. Upaya seperti ini memang pernah dilakukan oleh para ulama terdahulu, seperti Fadhl Allah Al-Burhanpuri. Namun, Al-Burhanpuri tidak berhasil merumuskannya dalam penjabaran yang sisternatis dan sederhana, malahan membingungkan para pengikutnya, sehingga Ibrahim Al-Kurani harus memperjelasnya. Upaya-upaya lebih lanjut tampaknya pernah juga dilakukan oleh Hamzah Fansuri dan Samsuddin Al-Sumaterani, tetapi keduanya gagal memperjelas garis perbedaan antara Tuhan dengan alam dan makhluk ciptaannya.

Pemikiran-pemikiran ar-Raniri seperti yang dijelaskan di atas, ternyata mempunyai pengaruh yang besar di seluruh Nusantara, sehingga peranan Nuruddin ar-Raniri dalam perkembangan Islam di wilayah Melayu-Indonesia tak bisa diabaikan. Dia memainkan peranan penting dalam membanwa tradiisi besar Islam-Sunni- ke wilayah ini dengan mengalahkan kecendrungan kuat intrusi tradisi lokal ke dalam Islam. Tanpa mengabaikan peranan ulama-ulama lain sebelumnya, ar-Raniri merupakan suatu mata rantai yang sangat kuat, yang menghubungkan tradisi Islam di Timur Tengah dengan tradisi Islam di Nusantara. Pemikiran Nuruddin ar-Raniri ini juga banyak diikuti murid-muridnya, dan muridnya yang paling menonjol di Nusantara adalah al-Muqassari. Al-Muqassari sendir secara tegas menyatakan bahea ar-Raniri adalah syaikh dan gurunya.

Oleh karena itu, dalam pandangan Al-Raniri, masalah besar yang dihadapi umat Islam, terutama di Nusantara, adalah aqidah. paham immanensi antara Tuhan makhluknya sebagaimana dikembangkan oleh paham Wujudiyyah merupakan praktek sufi yang berlebihan. Mengutip doktrin Asy’ariyyah, Al-Raniri berpandangan bahwa antara Tuhan dan alam raya terdapat perbedaan (mukhalkfah), sementara antara manusia dan Tuhan terdapat hubungan transenden.

“Xendit” Aplikasi Penghasil Uang

Ada kabar gembira nih buat teman-teman para pencari uang di internet, sudah pada tau belum kalau ada aplikasi android yang sedang buming di tahun ini, terbukti membayar dengan Rupiah, di banding dengan aplikasi penghasil uang lainnya aplikasi “Xendit” terbilang lebih mudah dan nilainya pun sangat besar yaitu Rp. 10.000 dengan sekali invite, terbayangkan jika 1 kali invite Rp.10.000 untukt 10 orang saja bisa dapat Rp.100.000 Waahhh ini baru aplikasi keren gan..
oke langsung saja gan berikut caranya:

1. Cari aplikasinya di Playstore dengan menuliskan: Xendit 

gambar 1

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

2. Kemudian Download & Open App

gambar 2

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

3. Create new account

gambar 3

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

4. Isi semua data

Nama depan dan nama belakang, 

Email, 

Nomor telpon, 

Kemudian Masukan Code : BCFWN

Kemudian jika data sudah lengkap klik signup di pojok kanan atas, Perhatikan gambar di bawah ini:

gambar 4

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

5. Kemudian Masukan kode yang dikirim melalui SMS di nomor Telpon yang di daftarkan tadi, jika sudah di masukan klik Submit di pojok kanan atas.

gambar 5

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Selamat Uang pertama kamu sudah masuk..

Ayoo ajak teman – teman yang lain untuk ikutan download aplikasi penghasil uang ini toh ga ada ruginya malah menguntungkan kita bisa dapat uang dengan mudah, teima kasih semoga bermanfaat yah…

Jangan lupa share berbagi rejeki buat yg belum tahu ~

Pengertian Perpustakaan, Tujuan dan Peran Perpustakaan

Kita sering mendengar istilah perpustakaan.

lalu apa itu perpustakaan..?

Dalam arti tradisional, perpustakaan adalah sebuah koleksi buku dan majalah. Walaupun dapat diartikan sebagai koleksi pribadi perseorangan, namun perpustakaan lebih umum dikenal sebagai sebuah koleksi besar yang dibiayai dan dioperasikan oleh sebuah kota atau institusi, dan dimanfaatkan oleh masyarakat yang rata-rata tidak mampu membeli sekian banyak buku atas biaya sendiri.

Menurut UU Perpustakaan pada Bab I pasal 1 menyatakan Perpustakaan adalah institusi yang mengumpulkan pengetahuan tercetak dan terekam, mengelolanya dengan cara khusus guna memenuhi kebutuhan intelektualitas para penggunanya melalui beragam cara interaksi pengetahuan.

Tetapi, dengan koleksi dan penemuan media baru selain buku untuk menyimpan informasi, banyak perpustakaan kini juga merupakan tempat penimpanan dan/atau akses ke map, cetak atau hasil seni lainnya, mikrofilm, mikrofiche, tape audio, CD, LP, tape video dan DVD, dan menyediakan fasilitas umum untuk mengakses gudang data CD-ROM dan internet.

Perpustakaan dapat juga diartikan sebagai kumpulan informasi yang bersifat ilmu pengetahuan, hiburan, rekreasi, dan ibadah yang merupakan kebutuhan hakiki manusia.

Oleh karena itu perpustakaan modern telah didefinisikan kembali sebagai tempat untuk mengakses informasi dalam format apa pun, apakah informasi itu disimpan dalam gedung perpustakaan tersebut atau tidak. Dalam perpustakaan modern ini selain kumpulan buku tercetak, sebagian buku dan koleksinya ada dalam perpustakaan digital (dalam bentuk data yang bisa diakses lewat jaringan komputer).

Peran Perpustakaan

Perpustakaan merupakan upaya untuk memelihara dan meningkattkan efisiensi dan efektifitas proses belajar-mengajar. Perpustakaan yang terorganisir secara baik dan sisitematis, secara langsung atau pun tidak langsung dapat memberikan kemudahan bagi proses belajar mengajar di sekolah tempat perpustakaan tersebut berada. Hal ini, trekait dengan kemajuan bidang pendidikan dan dengan adanya perbaikan metode belajar-mengajar yang dirasakan tidak bisa dipisahkan dari masalah penyediaan fasilitas dan sarana pendidikan.

Tujuan Perpustakaan

Tujuan perpustakaan adalah untuk membantu masyarakat dalam segala umur dengan memberikan kesempatan dengan dorongan melelui jasa pelayanan perpustakaan agar mereka:

a. Dapat mendidik dirinya sendiri secara berkesimbungan;

b. Dapat tanggap dalam kemajuan pada berbagai lapangan ilmu pengetahuan, kehidupan sosial dan politik; c. Dapat memelihara kemerdekaan berfikir yang konstruktif untuk menjadi anggota keluarga dan masyarakat yang lebih baik;

d. Dapat mengembangkan kemampuan berfikir kreatif, membina rohani dan dapat menggunakan kemempuannya untuk dapat menghargai hasil seni dan budaya manusia;

e. Dapat meningkatkan tarap kehidupan seharihari dan lapangan pekerjaannya;

f. Dapat menjadi warga negara yang baik dan dapat berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan nasional dan dalam membina saling pengertian antar bangsa;

g. Dapat menggunakan waktu senggang dengan baik yang bermanfaat bagi kehidupan pribadi dan sosial.

sumber : https://www.google.co.id/search?hl=en&as_q=jurnal+AND+audio+visual+library&as_epq=&as_oq=&as_eq=&as_nlo=&as_nhi=&lr=&cr=&as_qdr=all&as_sitesearch=&as_occt=any&safe=images&tbs=&as_filetype=pdf&as_rights=

CARA CERDAS TINJA MANUSIA SEBAGAI PENGGANTI ELPIJI

Oleh : Nita Adiyati
Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pembaca yang budiman mari kita renungkan, semua yang ada di dunia ini menghasilkan banyak manfaat dan tidak ada yang sia-sia. Allah menciptakan segala sesuatu di dunia ini dengan maksud dan tujuan tertentu. Maka kita sebagai manusia berfikir, tentu harus pandai bersyukur atas nikmat yang telah diberikan oleh sang kholik. Salah satunya adalah bersyukur karena setiap manusia menghasilkan tinja.
Ya, tinja manusia..!
Jika kita mendengar kata tinja, maka akan segera terekam di benak kita sesuatu hal yang menjijikan. Bahkan sesuatu yang kita anggap itu menjijikan sekalipun pasti ada manfaatnya. Termasuk tinja manusia yang selalu mengisi kehidupan kita sehari-hari. Sayang sekali, tinja yang kita hasilkan dan kadang butuh perjuangan untuk mengeluarkannya terus kita campakan dan PHP’in begitu sajaナ. lebih baik kita manfaatkan. Iya kan..??
Tahukah Anda, terbukti bahwa tinja manusia sejak lama digunakan dalam berbagai teknologi. Di Eropa pada abad pertengahan urin biasa digunakan untuk mencuci pakaian. Di masa yang sama juga urin digunakan orang Romawi untuk menghitamkan bahan kulit dan membersihkan wol. Hal ini mungkin terdengarnya aneh dan konyol. Tapi, menakjubkan sekali bukan? ternyata tinja manusia menghasilkan banyak manfaat loh… Selain itu, tinja manusia bisa kita manfaatkan sebagai biogas.
Lalu apa itu biogas?
Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik (tanpa udara) atau fermentasi dari bahan-bahan organik. Energi biogas dapat diperoleh dari kotoran hewan, manusia, limbah rumah tangga, sampah dan sebagainya. Biogas merupakan salah satu sumber energi yang dapat diperbaharui yang dapat menjawab kebutuhan energi.
Semakin lama, bahan bakar yang berasal dari fosil seperti minyak tanah, gas, dan batu bara semakin menipis. Pastinya bahan bakar ini lama kelamaan akan habis dan itu akan menjadi masalah terbesar bagi kelangsungan hidup manusia. Menanggapi masalah tersebut, perlu dicari bahan bakar pengganti yang lebih ramah lingkungan. Biogas memanfaatkan bakteri tertentu, yang mana bakteri tersebut bisa menghasilkan suatu gas yang mudah terbakar yang dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan, memasak, atau untuk menghasilkan energi listrik. Gas ini ramah lingkungan sehingga bisa dijadikan sebagai energi alternatif pengganti energi gas yang ada saat ini (elpiji).
Menurut beberapa sumber yang saya baca, penggunaan gas dari tinja manusia untuk memasak sudah digunakan oleh penduduk Asyiria yang tinggal disekitar wilayah Iran dan Irak Modern sejak abad 10 M. Sudah lama sekali bukan? ditengah tingginya harga minyak tanah dan gas elpiji yang semakin meningkat, maka dibutuhkan suatu pengolahan tinja manusia diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak yang mahal dan terbatas, mengurangi pencemaran lingkungan dan menghemat sumber energi.
Di Indonesia sendiri sudah banyak beberapa daerah yang mulai menggunakan biogas untuk kepentingan energi sehari-hari, misalnya untuk memasak. Salah satu daerah yang mengembangkan biogas dari kotoran manusia ada di Yogyakarta. Penggeraknya adalah lembaga swadaya masyarakat (LSM) setempat. Sumbernya dari limbah yang terbatas dari beberapa WC milik warga.
Hasil teknologi pengolahan limbah produksi manusia ini bisa menjadi sumber energi baru yang alternatif jika dikelola dengan baik. Bahkan bila ditangani secara profesional, Indonesia bisa menjadi Negara penghasil gas methane terbesar di dunia..! Selain itu menjaga kelestarian bumi dan menciptakan sumber energi baru yang tidak pernah habis.
Lalu bagaimana cara mengolah tinja manusia sebagai biogas ?
Cara Mengoperasikan Reaktor Biogas Plastik :
1. Tinja dan air (1 : 1) dimasukan kedalam drum pengumpan.
2. Diaduk hingga merata.
3. Setelah tercampur merata, penyumbat antara drum dan reaktor dibuka, tinja dan air akan mengalir kedalam reaktor biogas.
Prosedur Operasional Harian :
1. Setiap hari tinja yang ada dimasukan kedalam alat Reaktor.
2. Dalam waktu 2-3 minggu plastik penampung gas akan menggelembung. Gas sudah dapat digunakan sebagai bahan bakar.
Cara Pemakaian Biogas :
1. Kran yang terdapat pada kompor dibuka secara perlahan.
2. Biogas disulut dengan korek api diatas kompor, besarnya api diatur sesuai keperluan.
Nah, sekarang kita sudah mengetahui tinja manusia bisa dimanfaatkan sebagai biogas pengganti elpiji. Oleh karena itu, mari kita kembangkan dan kelola dengan baik sebagai sumber energi alternatif yang tidak perlu mengeluarkan biaya mahal untuk membeli gas.
Selamat mencobaナ!!

TAFSIR AL-QUR’AN

Untuk memahami suatu ayat, perlu diketahui keterkaitannya dengan ayat sebelum dan sesudahnya, serta ayat-ayat lain dalam Al-Qur’an yang memiliki makna yang sama. Selain itu rangkaian kalimat, kata, dan huruf, serta latar belakang turunnya ayat harus diperhatikan. Inilah yang disebut tafsir Al-Qur’an. Tafsir adalah “ilmu yang membahas cara komunikasi Al-Qur’an dengan memahami petunjuk dari kata atau kalimat atau susunannya yang mengandung makna dan hukum” (Manna’ al-Qaththan, 1994: 324). Lebih ringkas, tafsir adalah usaha menerangkan makna al-Qur’an, tujuannya serta menetapkan hukum darinya.

Ta’wil Al-Qur’an

Dalam Al-Qur’an terdapat ayat yang maknanya tunggal dan ayat dan multi makna. Untuk ayat jenis pertama cukup dijelaskan dengan tafsir. Kedua dijelaskan maknanya dengan ta’wil . Ta’wil adalah adalah mengartikan ayat dengan salah satu makna yang tepat dari beberapa kemungkinan makna. Atau mengalihkan makna yang lain yang sesuai dengan pokok-pokok keimanan. Misalnya yadullah  dalam surat Al-Fath [48]:10 yang berarti “Tangan Allah”. Jika ditafsirkan dengan arti asal tersebut akan timbul dengan kebingungan bagaimana mungkin Allah memiliki tangan. Lalu dita’wil dengan makna “kekuasaan Allah” karena tangan merupakan symbol kekuasaan. Makna ini lebih tepat dengan pokok keimanan kepada Allah tidak sama dengan makhluk-Nya.

Jika tafsir mengungkapkan makna berdasar pada susunan kata atau berdasar penafsiran Nabi SAW maupun sahabat, makna ta;wil lebih memandang pada huruf, kata, atau kalimat yang mengandung banyak pengertian atau maksud. Sasaran ta’wil adalah ayat yang sulit dipahami bahkan bisa disalah artikan. Karenanya ta’wil membutuhkan penelitian yang mendalam. Dalam penelusuran maknanya, akal berperan aktif dalam menggali hakekat makna. Ta’wil menjadikan mana ayat yang bertentangan dengan akal menjadi logis dan bisa dipahami oleh siapapun.

Contoh yang lain dari tafsir dan ta’wil seperti terhadap firman Allah Surat Al-An’am  ayat 95, “Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati”. Jika diberi makna mengeluarkan ayam dari telur, makna itulah tafsir. Jika diartikan dengan memisahkan orang cerdas dari orang bodoh atau orang mukmin dari yang kafir, maka inilah ta’wil.

Terjemah Al-Qur’an

Disamping memahami Al-Qur’an dengan tafsir dan ta’wil, Al-Qur’an bisa juga dipahami dengan mengartikan ayat dari bahasa Arab ke bahasa lain. Inilah yang disebut terjemah. Ada 2 macam terjemah, yaitu terjemah perkata merupakan pengalihan bahasa kata demi kata. Bentuk terjemah ini tidak diperbolehkan dalam terjemahan Al-Qur’an, karena ia bisa merusak makna yang dikandung Al-Qur’an. Sementara itu, terjemah permaksud makna merupakan pengalihan bahasa dengan memperhatikan maksud kalimat ayat, lalu disusun tersendiri berdasarkan maksud tersebut. Terjemah semacam ini lebih mendekat kepada tafsir secara ringkas. Karenanya, terjemah permaksud makna diperbolehkan dalam terjemah al-Qur’an.

Continue reading “TAFSIR AL-QUR’AN”

BERGAUL DENGAN AL-QUR’AN

Pencarian ayat dan tema dalam Al-Qur’an

Dalam mushaf Al-Qur’an, hanya terdapat daftar surat dan juz. Tidak ada daftar indek, ayat, kata, maupun topik. Karena itu pembaca sulit mencari topik-topik Al-Qur’an yang dikehendaki. Untuk itu para ulama menulis buku yang berkenaan dengan pencarian ayat secara praktis. Buku cara pencarian ayat yang paling klasik adalah Fathur Rahman karya ‘Ali Zadah Faidlullah dan Al-Mu’jam al-mufahras karya Muhammad Fuad ‘Abd al-Baiqi.

Dibuku Fathur Rahman, pencarian ayat dilakukan dengan mencari kata dasar dan kata pengembangan dalam bahasa Arab. Dari kata yang ditentukan, akan ditemukan ayat-ayat dengan nomor dan nama surat. Nama surat ditulis dalam bentuk singkatan yang kepanjangannnya ditampilkan dihalaman depan. Karena pelacakan ayat dengan mengetahui kata dasarnya, maka buku ini sulit digunakan kecuali bagi orang yang telah mengetahui dasar-dasar bahasa Arab. Bagi orang yang tidak mengetahui bahasa Arab, pelacakan ayat bisa dilakukan dengan buku konkordansi Al-Qur’an. Dalam buku ini, kata-kata Arab ditulis dengan huruf latin, seperti iman, mu’min, dan sebagainya. Namun kekeurangan buku ini adalah tidak bisa menjangkau pelacakan berdasarkan kata dasar. Karenanya, ia sulit menjawab.

Selain pelacakan ayat berdasarkan kata, pakar Al-Qur’an juga mengembangkan pelacakan ayat berdasarkan topik. Tentu saja topik ayat tersebut masih bias, karena dihasilkan dari hasil pemakaian manusia. padahal satu ayat mengandung dua atau tiga topik. selain itu, perluasan topik tergantung dari penulis buku.  Semakin luas wawasan penulis, semakin besar pula topik yang dihimpun.

Al-Qur’an dalam teknologi Informasi

Ada 3 bentuk teknologi informasi yang digunakan untuk mempermudah membaca,mendengarkan, maupun mempelajari Al-Qur’an.

  1. Teknologi visual. Melalui teknologi ini, indera penglihatan memiliki peran yang penting. Teknologi menampilkan tulisan Al-Qur’an untuk dilihat oleh pembacanya. Produk teknologi ini adalah Buku cetak atau Al-Qur’an Handphone.
  2. Teknologi Auditif. Dalam teknologi ini, seseorang hanya bisa mendengarkan bunyi bacaan Al-Qur’an.mula-mula bacaan Al-Qur’an bisa diperdengarkan dengan menggunakan teknologi rekaman. Dalam teknologi ini, bacaan Al-Qur’anseseorang direkam, lalu digandakan untuk disebarkan kemasyarakat luas. Hasil rekaman ini bisa terwujud kaset maupun MP3. Dewasa ini teknologi MP3 semakin dikembangkan hingga muncul MP4 dan seterusnya.
  3. Teknologi Audio-Visual. Teknologi ini bisa ditangkap dengan indera pendengaran dan indera penglihatan. Ia menghasilkan Al-Qur’an digital berbasis komputer. Al-Qur;an digital dapat semakin memperkaya fiturnya. Ia dilengkapi dengan terjemahan Al-Qur’an, indeks pencarian ayat, suara bacaan Al-Qur’an dari ulama terkenal, waktu shalat da sebagainya. Saat ini teknologi audia visual semakin dikembangkan, sehingga memungkinkan seseorang untuk belajar Al-Qur’an secara mandiri dan cepat. Salah satu contohnya adalah e-book tentang Al-Qur’an.

Continue reading “BERGAUL DENGAN AL-QUR’AN”

BAHASA AL-QUR’AN DAN PEMAPARAN PESANNYA

Bahasa Arab, Bahasa Al-Qur’an

Dalam surat Yusuf ayat 2, surat Fushilat ayat 44, dan surat al-Nahl ayat 103, Al-Qur’an menegaskan bahwa bahasa yang digunakannya adalah bahasa Arab. Ibnu ‘Abbas, ‘Ikrimah, Abu Hanifah, Ibnu Al-jauzi dan Al-Jawaliqi mengatakan bahwa dalam Al-Qur’an terdapat beberapa bahasa asing, seperti bahasa Suryani, bahasa Romawi, bahasa Ibrani, bahasa Habsyi, bahasa Persia, bahasa India, bahasa Yunani, bahasa Maroko, dan sebagainya. Sedangkan  Imam Syafi’i, Ibnu Jarir al-Thabrani, Abu ‘Ubaidah, Hakim Abu Bakar bin al-Thayyib, Abu al-Husain bin Faris al-Laghwi, serta ulama-ulama lainnya menolak adanya penyerapan bahasa selain bahasa Arab kedalam Al-Qur’an.

Berkenaan dengan 2 pandangan diatas, Al-Thabari menyatakan bahwa kata-kata asingdalam Al-Qur’an juga sebagai kata-kata Arab. Misalnya kata al-Thur adalah bahasa Suryani sekaligus juga bahasa Arab. Namun pendapat tentang hal ini lemah, mengingat satu kata yang diucapkan sama dalam dua bahasa pasti ada bahasa yang lebih awal membentuknya. Oleh karena itu, Abu al-Ma’ali al-‘Azizi berpendapat bahwa bahasa Arab lebih luas dan lebih dahulu membentuk kata-kata Al-Qur’an. Pendapat sebaliknya adalah pendapat Ibnu ‘Athiyyah yang menyatakan bahwa justru bahasa Arab yang menyerap kata-kata Asing dalam Al-Qur’an. Penyerapan ini merupakan akibat hubungan internasional.

Dipilihnya bahasa Arab untuk bahasa Al-Qur’an, disebabkan bahasa ini memiliki banyak keistimewaaan dibanding bahasa-bahasa lain. Keistimewaan bahasa Arab antara lain terletak pada aspek pembentukan huruf, pembentukan kata, pembentukan kalimat, bunyi ucapan, langgam bacaan, dan kekayaan maknanya. Selain itu bahasa Arab juga memiliki sentuhan emosional bagi semua orang, meskipun tidak mampu berbahasa Arab. Dengan demikian, Al-Qur’an dengan bahasa Arab mengandung keserasian dalam bentuk huruf, pembentukan kata, susunan kalimat,  sistematika pembahasan, bunyi langgam, keindahan sastra dan kandungan makna.

  1. Kisah-kisah

Salah satu cara penyampaian pesan Al-Qur’an adalah dengan kisah-kisah. Secara bahasa, kisah (Al-Qishshah) berarti urusan, berita dan keadaan. Menurut istilah kisah adalah pemberitaan tentang keadaan umat yang telah lalu, kenabian yang terdahulu, maupun peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. Al-Qur’an banyak mengandung keterangan tentang kejadian pada masa lampau, sejarah bangsa-bangsa, keadaan negeri-negeri berikut peristiwa didalamnya, serta peninggalan atau jejak setiap umat. Ia menceritakan semua keadaan mereka dengan cara yang menarik dan mempesona.

Dalam surat Ali ‘Imran ayat 62 dijelaskan bahwa semua kisah yang ditampilkan oleh Al-Qur’an adalah nyata. Kisah-kisah Al-Qur’an lebih mengedepankan aspek pelajarannya dibanding peristiwanya. Disamping itu, kisah-kisah Al-Qur’an juga berfungsi untuk meluruskan kesalah kisah-kisah dalam kitab Taurat dan Injil.

Secara garis besar, tujuan pemaparan kisah-kisah dalam Al-Qur’an adalah sebagai berikut:

  1. Memantapkan keimanan Rasulullah SAW dan umatnya terhadap agama Allah SWT.
  2. Mempertegas kesaman misi tauhid (ke-Esaan Allah) Nabi SAW dengan semua Nabi sebelumnya.
  3. Meringankan beban psikologis Nabi SAW dan kaum Muslimin dalam menegakan kebenaran dan menyebarkan Agama Allah SWT.
  4. Menjelaskan kehancuran umat terdahulu yang disebabkan oleh kedzaliman mereka.
  5. Memberi hiburan Nabi Muhammad SAW atas perlakuan orang-orang yang menentangnya.
  6. Memberikan peringatan kepada orang-orang beriman, agar tidak meniru perbuatan orang-orang yang menentang Allah SWT.
  7. Menguatkan wahyu yang diterima Nabi Muhammad SAW mengenai kisah-kisah umat terdahulu, sebab tidak ada yang mengetahui kisah tersebut selain Allah SWT.

Secara global, dari segi waktunya, kisah-kiah dalam Al-Qur’an dapat dibagi menjadi 2, yaitu kisah sebeum masa Nabi Muhammad SAW dan kisah yang terjadi pada masa Nabi SAW. Sedangkan dari segi temanya, ada 3 macam kisah, yaitu:

  1. Kisah tentang peristiwa yang berhubungan dengan Nabi Muhammad SAW, seprti perang Badar, dan perang Uhud yang dijelaskan dalam Surat Ali ‘Imran; kisah perang Hunain dan perang Tabuk yang diterangkan dalam surat al-Taubah; perang Ahzab dalam surat al-Ahzab; dan sebagainya.
  2. Kisah tentang nabi-nabi terdahulu. Kisah ini mencakup tentang dakwah para Nabi terhadap kaumnya, mukjizat yang memperkuat dakwahnya, serta sikap umat yang menerima maupun yang menolak dakwanya., seperti kisah Nabi Musa AS menghadap Fir’aun dalam surat Thaha dan kisah para Nabi dalam surat al-Anbiya dan sebagainya.
  3. Kisah tentnag orang-orang saleh sebelum Nabi SAW, semacam kisah Maryam, ibu Nabi Isa AS, kisah para muda beriman yang tidur di Gua selam ratusan tahun (Ashbab al-kahfi) dan sebagainya.
  4. Kisah tentang umat masa lalu ynag durhaka, baik perorangan maupun kelompok. Mereka menentang para Nabi dan orang-orang yang saleh. Dalam kisah ini, Allah SWT menunjukan bahwa peradaban yang cemerlang akan dihancurkan akibat kedurhakaaan masyarakat.
  5. Kisah tentang orang-orang yang memusuhi Nabi SAW, seperti kisah Abu Lahab yang tercantum dalam surat Al-Lahab, kisah orang-orang yang munafik, dan sebagainya.

Dalam Al-Qur’an, terdapat kisah-kisah ynag hanya disebutkan satu kali, seperti kisah tentang luqman dan pemuda-pemuda yang tidur ratusan di Gua. Namun, tidak sedikit juga kisah yang disebutkan berulang kali dibeberapa ayat.

Diantara kisah dan hikmah pengulangan kisah dalam al-Qur’an adalah:

  1. Menjelaskan kesastraan al-Qur’an dalam tingkat paling tinggi. Diantara keistimewaan sastranya adalah pengungkapan sebuah makna dalam berbagai macam bentuk yang berbeda serta dituangkan dalam pola yang berlainan.
  2. Menunjukan kemukjizatan al-Qur’an. Manusia ditantang untuk membuat suatu bentuk kisah dari suatu peristiwa, padahal Al-Qur’an mengemukakannya dalam berbagai kisah. Masing-masing kisah yang ditampilkan pun mengandung nilai sastra yang tinggi.
  3. Membuat manusia lebih memperhatikan terhadap kisah yang diulang-ulan, lebih mantap dan melekat dalam jiwa.
  4. Menunjukkan tujuan yang berbeda-beda dari pengungkapan kisah yang diulang-ulang tersebut. Sebagian dari makna-maknanya diterangkan di satu tempat, karena hanya itulah yang diperlukan, sedang makna-makna lainnya dikemukakan ditempat yang lain, sesuai dengan tuntutan keadaan.

2. Kisah

Disamping pemaparan pesan melalui kisah, Al-Qur’an juga menguatkan pesan-pesannya  dengan sumpah. Sumpah bisa diartikan janji atau ikrar yang teguh. Hanya saja, sumpah mengandung nilai yang lebih suci dan bertujuan untuk meyakinkan sesuatu. Sumpah yang diucapkan adalah pernyataan untuk menegaskan fakta suatu berita atau sesuatu yang disumpahkan.

Continue reading “BAHASA AL-QUR’AN DAN PEMAPARAN PESANNYA”

KANDUNGAN  AL-QUR’AN

Kandungan kitab terdahulu dalam Al-Qur’an

Tidak  ada sebutan yang tepat untuk Al-Qur’an, karena segala sesuatu terkait dengannya. Ketika Al-Qur’an dikatakan sebagai al-syifa (obat), ternyata Al-Qur’an tidak saja sebagai obat. Ia bukan sekedar tulisan (al-kitab),  bacaan (Al-Qur’an), pembeda antara benar dan salah (al-furqan), petunjuk (al-huda), kitab yang diturunkan (al-tanzil), dan sebagainya, melainkan perpaduan semuanya.

Sebagai kitab suci yang terakhir diturunkan oleh Allah SWT, Al-Qur’an menghimpun semua pesan pokok yang termaktub dalam kitab-kitab  seebelumnya. Ini berarti bahwa petunjuk Allah SWT yang sesungguhnya adalah Al-Qur’an. Kitab suci ini telah diciptakan sebelum Allah SWT menciptakan makhluk-makhluk-Nya. Sedikit demi sedikit kandungan Al-Qur’an disampaikan kepada para nabi terdahulu, baik berupa lembaran wahyu maupun kitab suci.

Tidak seperti Al-Qur’an yang diturunkan secara bertahap, kitab-kitab maupun lembaran wahyu sebelum Al-Qur’an diturunkan sekaligus. Kandungan wahyu yang diterima oleh para nabi sebelum Nabi Muhammad SAW tidak berbeda dengan wahyu Al-Qur’an. Semua wahyu tersebut diungkapkan oleh Al-Qur’an dalam beberapa ayat.

Al-Qur’an juga menyatakan bahwa tidak semua Nabi diungkapkan kisahnya didalamnya. Nabi-nabi yang disebut didalam Al-Qur’an dinilai memiliki keterkaitan dengan peristiwa penting dalam sejarah umat manusia. Demikian pula, tidak semua nabi menerima lembaran wahyu. Kebanyakan diantara mereka hanya melanjutkan misi wahyu yang diemban oleh nabi sebelumya. Semua nabi yang menerima lembaran wahyu dan kitab suci dikisahkan dalam Al-Qur’an.

Selain menyampaikan wahyu yang bersifat perintah dan larangan secara langsung, Al-Qur’an juga menyampaikan pesannya melalui kisah-kisah perjuangan para nabi. Al-Qur’an tidak memisahkan teks dari konsteksnya atau pesan dari  tempat lahirnya  pesan. Pengungkapan nama para nabi, nama orang-orang shaleh, nama orang-orang durhaka, nama tempat kejadian, baik nama sebenarnya maupun julukan atau kiasan, menunjukan ketepatan kisah Al-Qur’an. Ktepatan ini menjadi bukti kebenaran Al-Qur’an dalam mengungkapkan kandungan kitab-kitab suci terdahulu. Ketepatan ini juga  menjadi bantahan atas kandungan kitab suci terdahulu yang telah diubah.

Continue reading “KANDUNGAN  AL-QUR’AN”